Enter your keyword

Road to Cibeusi : Kenalkan sisi lain lalat, lebah dan kopi ke masyarakat

Road to Cibeusi : Kenalkan sisi lain lalat, lebah dan kopi ke masyarakat

Road to Cibeusi : Kenalkan sisi lain lalat, lebah dan kopi ke masyarakat

(Penulis : Nurhayati Br Tarigan)

Kelompok Keahlian Agroteknologi dan Teknologi Bioproduk (KK ATB) telah melihat sisi lain dari lalat, lebah serta kopi melalui penelitian yang sudah dilakukan selama beberapa tahun terakhir. Temuan menarik dari penelitian yang telah dilakukan ini tidak hanya berhenti di laboratorium, namun dibawa ke masyarakat sekitar, dengan mimpi besar mampu membantu meningkatkan kesejahteraan petani.

Salah satu daerah yang berpotensi untuk dikembangkan oleh KK ATB adalah Kampung Cibeusi, mengingat bahwa sebagian masyarakatnya bekerja sebagai petani. Selain itu, nama Kampung Cibeusi sudah tidak asing di telinga mahasiswa Program Studi Rekayasa Hayati (RH) ITB. Kampung yang terletak tidak jauh dari kampus ITB Jatinangor ini telah menjadi wahana pengabdian masyarakat mahasiswa RH ITB sejak 2013.

Di akhir tahun 2017 lalu, tim peneliti dari KK ATB yang diketuai oleh Dr. M. Yusuf Abduh mengadakan kegiatan Road to Cibeusi (RTC), yaitu sosialisasi mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan oleh tim riset di KK ATB kepada masyarakat di Kampung Cibeusi. RTC ini dilakukan bersama-sama dengan Biorefinery Society, U-Green dan HMRH.

Road to Cibeusi-0 “Tak Kenal Maka Tak Sayang”

Foto bersama warga Kampung Cibeusi setelah kegiatan Road to Cibeusi

8 Oktober 2017 adalah kali pertama KK ATB mengunjungi Kampung Cibeusi dan kegiatan ini disebut dengan RTC-0. Kegiatan ini dilakukan bersama dengan Biorefinery Society (BIOS) serta melibatkan mahasiswa SITH ITB. Kunjungan pertama ini lebih bertujuan untuk mengenal masyarakat Cibeusi, karena ada pepatah yang mengatakan “tak kenal maka tak sayang“.

Sebagai perkenalan awal, KK ATB mengenalkan sisi lain dunia lalat kepada masyarakat. Spesies yang dikenalkan adalah lalat tentara hitam. Lalat tentara hitam memang masih umum di telinga warga, namun antusias warga terhadap sosialisasi yang dilakukan cukup tinggi. Banyak di antara mereka yang ingin tau dimana membeli telur lalat tentara hitam dan siapa yang mau membeli produk hasil budidayanya.

 

Demo pembuatan pakan ikan menggunakan tepung larva lalat tentara hitam oleh asisten riset KK ATB, Nurhayati Br Tarigan (kiri) dan Asri Ifani (kanan)

Lalat tentara hitam tidak menyebarkan penyakit. Justru larva lalat ini dapat dimanfaatkan untuk mengolah sampah organik dan juga dapat digunakan untuk menghasilkan pakan ikan“, jelas Nurhayati Br Tarigan yang merupakan asisten riset di KK ATB.

Pada kegiatan tersebut dilakukan pula demo pembuatan pakan ikan dari tepung larva lalat tentara hitam yang diracik dengan beberapa bahan lain, seperti tepung ikan, tepung kedelai, tepung jagung, dll. Informasi yang tidak kalah menarik disampaikan adalah bahwa budidaya lalat tentara hitam dapat dilakukan dalam sebuah sarang modular, sehingga tidak membutuhkan tempat yang luas.

Penyerahan sampel pupuk organik dan larva lalat tentara hitam oleh Dr. Yusuf Abduh (kanan) kepada Pak Supriadin (kiri)

Road to Cibeusi-1 “Libatkan Warga Kampus ITB Jatinangor”

Setelah mengenalkan lalat tentara hitam ke warga Kampung Cibeusi, KK ATB melanjutkan rangkaian kegiatan RTC dengan melibatkan peran serta langsung warga kampus ITB Jatinangor sehingga mereka dapat merasakan sendiri pengalaman bekerja dengan lalat tentara hitam. Pasca RTC-0, KK ATB dan BIOS bekerjasama dengan U-Green untuk mengajak warga kampus ITB Jatinangor mengumpulkan sampah organik, baik di asrama mahasiswa, kantin di kampus ITB Jatinangor hingga salah satu warung jus di Jatinangor. Sampah tersebut kemudian dimanfaatkan sebagai sumber pakan larva lalat tentara hitam. Produk akhirnya adalah prepupa lalat tentara hitam dan pupuk organik.

19 November 2017 adalah puncak acara RTC-1. Di hari H kegiatan, dilakukan sosialisasi mengenai lalat tentara hitam oleh Dr. Ramadhani Eka Putra yang merupakan Ketua Program Studi Rekayasa Pertanian. Selain itu, Dr. Asep Hidayat yang merupakan perwakilan KK ATB juga  memberikan penjelasan mengenai pupuk organik dari residu budidaya lalat tentara hitam kepada mahasiswa di kampus ITB Jatinangor.

Pemaparan mengenai lalat tentara hitam oleh Dr. Ramadhani Eka Putra

Pemaparan mengenai pupuk organik oleh Dr. Asep Hidayat

Kegiatan tidak berhenti di tahap sosialisasi saja karena selanjutnya dilakukan penanaman bibit tanaman kopi, hanjeli dan karet kebo di area sawah kampus ITB Jatinangor dengan memanfaatkan pupuk organik yang telah didapatkan dari hasil budidaya lalat tentara hitam.

Persiapan kegiatan penanaman bibit kopi

Road to Cibeusi-2 : Kembali ke Kampung Cibeusi

Kegiatan RTC-2 dilakukan tepat seminggu setelah RTC-1. HMRH pun ikut bergabung dalam kegiatan ini. Setelah mengenalkan lalat tentara hitam kepada masyarakat di kampung cibeusi di RTC-0 dan kepada masyarakat ITB Jatinangor di RTC-1, KK ATB akhirnya kembali lagi ke Kampung Cibeusi.

Kali ini, bukan hanya mengenalkan lalat, namun mengenalkan lebah Tetragonula. Lebah ini berpotensi untuk dibudidayakan di Kampung Cibeusi karena terdapat sekitar 23 hektar kebun kopi di kampung ini.”Lebah Tetragonula tidak mempunyai sengat dan mampu menghasilkan propolis yang dapat dimanfaatkan sebagai obat“, jelas Adam selaku asisten riset di KK ATB yang juga merupakan mahasiswa tingkat akhir program studi Rekayasa Hayati.

Selain memberikan pemaparan tentang lebah tetragonula, KK ATB juga melakukan sosilisasi peningkatan nilai tambah perkebunan kopi. Dr. Rijanti Rahaju Maulani sebagai perwakilan KK ATB memberikan pemaparan mengenai bagaimana memberi nilai tambah pada cherry kopi melalui pengolahan pasca panen yang tepat. Naufal Hakim, sebagai perwakilan HMRH juga menceritakan bagaimana kulit kopi yang selama ini dianggap limbah dapat diolah menjadi minuman herbal.

Penjelasan mengenai kopi oleh Dr. Rijanti Rahaju Maulani

Harapannya, kegiatan yang telah dilakukan tidak hanya berhenti di tahap sosialisasi saja. “Kami bermimpi untuk mendirikan Kampung Biorefinery dimana masyarakat dapat menyaksikan dan merasakan langsung penerapan konsep biorefinery di suatu desa”, ujar Dr. M Yusuf Abduh

No Comments

Post a Comment

Your email address will not be published.

X